Menjaga Akar, Merangkul Zaman: Adat dan Kebersamaan Way Mengaku di Era Digital
- account_circle Admin
- calendar_month 8 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Oleh:Redaksi LambarXpose
Opini, LambarXpose.com – Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat yang terletak di jantung Kabupaten Lampung Barat, bukan sekadar ruang geografis di peta. Ia adalah kawasan budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur, warisan adat istiadat, dan semangat kebersamaan masyarakat Sai Batin yang telah hidup turun-temurun. Namun hari ini, Way Mengaku berdiri di persimpangan besar zaman: antara menjaga akar buda ya dan membuka diri terhadap kemajuan serta ragam budaya yang datang dari luar.
Adat Istiadat: Jiwa yang Menghidupkan Masyarakat
Dalam masyarakat Sai Batin, adat bukan hanya simbol atau upacara formalitas. Adat adalah cara hidup. Nilai seperti Pi’il Pesenggiri (menjaga harga diri), Sakai Sambayan (saling bantu), Nem ui Nyimah (keramahan menerima tamu), dan Nengah Nyappur (berbaur dengan lingkungan) adalah fondasi dari setiap interaksi sosial.
Adat ini tercermin dalam segala aspek kehidupan—dari cara berpakaian dalam acara adat, tata nan kampung, cara bertutur kata kepada sesama dan yang lebih tua, hingga penyelenggaraan kegiatan gotong royong yang menjadi denyut nadi kebersamaan.
Namun pertanyaannya hari ini: masihkah nilai-nilai ini menjadi panduan utama dalam kehidupan masyarakat Way Mengaku?
Digitalisasi dan Urbanisasi: Pisau Bermata Dua
Kemajuan teknologi digital dan urbanisasi membawa dua sisi yang harus dihadapi dengan bijak. Di satu sisi, teknologi memudahkan komunikasi, membuka peluang ekonomi, dan memperluas jaringan sosial. Namun di sisi lain, dunia digital juga membawa gaya hidup individualistis, kon sumtif, dan sering kali meminggirkan nilai-nilai lokal yang membutuhkan pertemuan fisik, dialog, dan kekompakan komunitas.
Sementara itu, urbanisasi dan arus pendatang dengan latar belakang budaya berbeda memper kaya keberagaman, tetapi juga dapat memicu gesekan nilai. Jika tidak disikapi dengan bijak, Way Mengaku bisa kehilangan identitas budayanya, berubah menjadi sekadar ruang hunian yang anonim dan homogen.
Tantangan Kebudayaan Lokal: Antara Bertahan atau Bertransformasi
Tantangan utama saat ini bukan sekadar mempertahankan budaya lokal, tetapi juga mentransformasikannya agar relevan dengan zaman. Adat istiadat harus mampu menjawab tantangan kekinian, seperti:
- Apakah masih ada forum adat yang aktif membahas persoalan sosial di masyarakat?
- Bagaimana peran generasi muda dalam menjaga warisan budaya leluhur?
- Apakah nilai-nilai adat dapat dimasukkan dalam sistem pendidikan formal dan informal di kampung?
- Seberapa jauh pendatang diberi ruang untuk mengenal dan menghormati budaya lokal?
Jika tidak dijawab dengan serius, adat dan kebersamaan hanya akan menjadi slogan kosong di baliho atau pidato seremonial.
Strategi dan Solusi: Menjembatani Tradisi dan Inovasi
Agar Way Mengaku tetap menjadi benteng budaya yang kuat di era digital, berikut strategi yang bisa ditempuh:
- Revitalisasi Lembaga Adat
Hidupkan kembali peran tokoh adat dan sesepuh dalam menyelesaikan konflik, membimbing generasi muda, dan merancang agenda budaya bersama pemerintah kelurahan. - Digitalisasi Budaya Lokal
Dorong pemuda membuat konten video, podcast, atau infografik tentang nilai-nilai adat dan sejarah Way Mengaku. Adat harus hadir di media sosial, bukan hanya di panggung budaya. - Pendidikan Berbasis Budaya Lokal
Libatkan sekolah dan madrasah untuk menyisipkan pelajaran tentang adat, bahasa Lampung, serta sejarah lokal dalam kurikulum muatan lokal. - Dialog Antarbudaya
Fasilitasi kegiatan lintas komunitas yang mempertemukan warga lokal dan pendatang untuk saling mengenal, saling menghormati, dan membangun kohesi sosial yang lebih kuat. - Festival Adat Tahunan
Jadikan adat sebagai daya tarik pariwisata budaya. Gelar festival rutin yang melibatkan masyarakat lintas usia dan latar belakang. - Keteladanan Pemimpin Lokal
Lurah, tokoh adat, dan pemuka masyarakat harus menjadi teladan dalam menjunjung adat-bukan hanya di panggung, tetapi juga dalam sikap dan tindakan sehari-hari.
Merawat yang Asli, Membuka Diri pada yang Baru
Way Mengaku sedang berada dalam fase penting sejarahnya. Di satu sisi harus membuka diri terhadap kemajuan, di sisi lain tidak boleh lepas dari akar budayanya. Hanya dengan keberanian menjaga jati diri, dan kecerdasan dalam beradaptasi, masyarakat Way Mengaku bisa tetap harmonis, tangguh, dan bermartabat di tengah perubahan zaman.
Mewarisi adat bukan berarti hidup di masa lalu, tetapi menjadikan warisan itu sebagai bekal untuk menapaki masa depan dengan keyakinan dan harga diri. Dalam gempuran zaman digital dan keragaman budaya yang terus datang, Way Mengaku harus tetap menjadi “rumah” yang ramah, kokoh, dan penuh makna. (*)
- Penulis: Admin
Saat ini belum ada komentar